Rabu, 01 September 2010

Saksi Pelapor Desak Pansus Aset Tinjau Ulang

*Rekomendasi Penjualan Aset Cibubur Gate
MUSI RAWAS
-Pernyataan Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) III aset tidak bergerak, Suhari yang merekomendasikan pihak eksekutif agar menjual aset di Cibubur (Bekasi) menuai kritikan saksi pelapor. Pasalanya kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.

Saksi Pelapor, Nurusulhi Nawawi mendesak agar Pansus aset meninjau ulang rekomendasi penjualan aset bekasi. Sebab sebagai salah satu saksi pelapor kasus indikasi mark-up pembelaian tanah dan pembangunan pagar mess Silampari di Desa Keranggan Tengah, Jati Sempurna, di Bekasi yang bernilai Rp 2,3 miliar dan telah dilaporkan pada tahun 2001 kepada Polres Lubuklinggau, Kejari Lubuklinggau, Kejari Bekasi, Polda Sumsel, Kejati Sumsel, Kejagung dan Mabes Polri. Menurutnya tentu sebagai pelapor sampai saat ini masih memiliki tanggung jawab moral untuk secara terus menerus mengawal pelaporan kasus di lembaga peradilan.

Diungkapkan Nurusulhi Tipikor Polda dan Kejati Sumsel, sebagai tim telah ditugaskan Kapolda Sumsel telah melakukan beberapa kali pemeriksaan terhadap panitia pengadaan tanah, beserta Bupati Mura yang terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi APBD Kabupaten Mura 2001.

“Ternyata kasus ini macet di peradilan dan perkaranya belum pernah disidangkan di PN Lubuklinggau dan ini merupakan adalah fakta hukum yang tidak terbantahkan. Apa penyebabnya menjadi misteri yang tidak dapat dijawab oleh saksi pelapor, namun kapastian hukum atas kasus tersebut seharusnya wajib didapatkan. Ketika belum terdapat kepastian hukum yang bersifat final dan mengikat, hendaknya masalah aset Pemkab Mura tidak dijual, mengiat status aset tersebut sampai saat ini masih berstatus sebagai obyek barang bukti indikasi tindak pidana korupsi,” jelasnya.

Dilanjutkannya tindakan hukum menjual aset Pemkab Mura di Bekasi, sama halnya dengan perbuatan menghilangkan barang bukti dan dapat dipidanakan seperti yang diatur dalam KUHP.

“Sebenarnya jauh sebelumnnya pembentukan pansus aset di DPRD Mura sudah dilakukan, sebagai salah satu saksi pelapor sudah menghubungi Alamsyah maupun Waisun Wais wahid (WWW). Meminta agar saya dipanggil Pansus untuk didengar keterangannya sebagai salah satru dari sekian banyak pihak yang mengetahui kasus tersebut,” terangnya.

Ditambahkannya sebagai saksi pelapor tidak hanya akan memberikan keterangan namuan seluruh dokumen penting menyangkut bukti dan fakta hukum kasus ini secara resmi akan diberikan kembali kepada Pansus. Sebaiknya pula penyidik tipikor Polda Sumsel diminta keterangan tentang tindak lanjuti proses hukum atas kasus ini, bahwa semua itu bertujuan agar Pansus dapat melihat duduk perkara yang sebenarnya, sebelumnya menerbitkan rekomendasi yang akan disampaikan kepada puhak eksekutif, sebab, rekomendasi itu tidak boleh tertantangan dengan hukum, apalagi dengan niat tersembunyi untuk secara sengaja menghilangkan barang bukti kasus Tipikor.

Sudah sepatutnya, lanjut Nurusulhi rekomendasi menyangkut penjualan asset bekasi untuk ditinjau ulang kembali denghan menumpuh cara elegan, sesuai dengan ketentuan yang diatur hukum dan perundang-undangan terkait. Bahwa bila memang asset Bekasi akan dijual dengan cara lelang terbuka. Nilainya harus lebih dari Rp 2,3 miliar sebagai beban APBD Mura tahun 2001 telah dikelaurkan untuk membelikan tanah dan membangun pagar mess Silampari, itupun sebenarnya Pemkab Mura masih mengalami keruguan sebab nilai uang Rp 2,3 miliar pada tahun 2001 bila dibandingkan dengan nilai Rupiah 2,3 miliar 2010 jelas sangat berbeda.

Namun setidaknya Pemkab Mura jangan sampai merugi. Sebab dana yang dipergunakan tersebut adalah seutuhnya berasal dari uang rakyat, opsie solusi yang mungkin sesuai dengan koridor hukum sebelumnya asset bekasi di lelang adalah bagian hukum Pemkab Mura berkoordinasi dengan penyidik Polda Sumsel dan Kejati Sumsel kepastian hukum kasus ini, apakah setelah bupati Mura, Suprijono Yoesoep (Almarhum) yang pernah dibidik sebagai calon tersangka telah meninggal dunia maka kasus ini wajib diterbitkan surat perintah penghentian penyidik (SP3), lantas apa tidak ada tersangka lain sesungguhnya masih dapat masuk jerat hukum sebagai pelaku tipikor pada kasus tersebut. Bahwa apapun bentuk solusi dikemudian hari yang akan dijalankan, hendaknya tidak menghancurkan tembok hukum yang seharusnya berdiri kokoh.

“Bila ada maksud untuk menertibkan SP3, maka sudah seharusnya diselenggarakan terlebih dahulu prosesi gelar perkara. Dimana saya sebagai salah satu saksi pelapor diundang dan dapat mendengar secara langsung penjelasan dasar hukum penertiban SP3 kasus tersebut oleh penyidik Polda maupun Kejati Sumsel, bahwa tujuan saya menyampaikan ini sengat sederhana,”terangnya. (ME05)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar